Reklame dan Wajah Kota
Penataan reklame di kota Solo sudah sangat memprihatikan. Indikasinya terlihat dari tata letaknya dan pemasangan berbagai reklame yang ada sehingga justru mengurangi keindahan kota. Setelah mengikuti diskusi ASPPRO bertema: “Reklame kota tambah indah atau sampah” di Solo Paragon beberapa waktu lalu, ada beberapa hal yang perlu dicermati, misalnya kalau diperhatikan, sepanjang jalan jalan utama kota Solo bisaditemui banyak sekali reklame. Entah bentuknya berupa spanduk, poster, baliho, neon box, miniboard¸dimana penataan reklame tersebut kurang tertata dengan bagus atau semerawut. Semerawut dalam hal ini adalah reklame – reklame sudah terlalu banyak dan saling bertumpukan sehingga malah mengganggu keindahan kota. Oleh karena itu, perlu ada perda yang dapat menata reklame menjadi lebih indah dan pada akhirnya juga memberikan pemasukan bagi pemkot.
Perda yang dipakai saat ini, yaitu Perda No. 5 Thn 1999 tentang pajak reklame sepertinya juga sudah tidak mampu untuk menata reklame di kota Solo. Sebenarnya saat ini pemerintah kota sedang menyusun raperda baru yang mengatur tentang penyelenggaraan reklame. Tetapi raperda baru tersebutpun sepertinya juga tidak akan mampu menata reklame di kota solo. Hal ini dikarenakan tidak ada pasal-pasal yang mengatur tentang penataan secara signifikan. Raperda yang akan datang sebaiknya mampu menyediakan instrument penataan reklame yang dapat berfungsi mengatur dan mengendalikan semua kegiatan reklame. Karena dengan penataan reklame yang baik maka Solo dapat tampak lebih indah, beretika, berbudaya juga memaksimalkan pendapatan dari pajak reklame, retribusi sewa tanah maupun retribusi IMB.
FAKTOR TERKAIT REKLAME
Relevan dengan penataan reklame, ada lima hal yang menjadi dasar dalam menata reklame, pertama yaitu: Zoning reklame. Zoning diperlukan untuk mengatur kawasan-kawasan yang boleh dipakai untuk beriklan, terutama untuk kawasan pendidikan, kesehatan, peribadatan dan cagar budaya. Tidak seperti saat ini dimana di beberapa titik di kota Solo ada panggung spanduk (tempat pemasangan spanduk) yang berada di depan sekolah ternyata malah penuh terisi spanduk-spanduk produk rokok. Hal itu sangat tidak pas. Selain itu, misalnya kalau kita berjalan minggu pagi di kawasan car free day, dimana tujuanprogram itu adalah untuk membuat kawasan menjadi bebas polusi masih banyak ditemui reklame rokok. Tentunya ini sangat kontradiktif dengan tujuan diadakannya program itu sendiri.
Kedua: pengendalian terhadap pertumbuhan titik reklame baru juga perlu dilakukan mengingat saat ini titik reklame, terutama miniboard, neonbox, dan signboard tumbuh sangat pesat. Sebagai bukti bisa dilihat di sepanajang jalan di kota Solo dan hampir disetiap perempatan maupun pertigaan terdapat reklame. Mengapa hal itu bisa terjadi, karena Pemkot belum mempunyai blueprint yang jelas tentang pembatasan reklame di suatu titik atau kawasan tertentu. Sehingga yang terjadi justru banyak penumpukan titik reklame di suatu wilayah, yang mengganggu keindahan. Bahkan dibeberapa titik karena dipenuhi oleh banyaknya reklame maka malah mengganggu kenyamanan dan keamanan berlalulintas.
Ketiga: Banyaknya titik reklame yang berdiri diatas tanah sendiri. Bahkan ada titik reklame yang menutupibangunan itu sendiri. Sebaiknya, perlu ada IMB khusus untuk pembangunan reklame diatas tanah sendiri serta aturan tersendiri tentang pemasangan reklame yang sesuai estetikakota yang dapat memperindah kota. Contoh reklame tidak boleh menjorok ke jalan raya dan kawasan yang sudah penuh dengan reklame tidak dapat didirikan reklame baru lagi walaupun berada di atas tanah milik pribadi. Hal itu perlu dilakukan mengingat saat ini biro lebih suka melakukan pendekatan kepada pemilik rumah untuk pemasangan reklamenya .
Keempat: pemasangan reklame di pohon dan berbagai fasilitas umum lainnya tidak diperbolehkan dan dapat diberikan sanksi. Kelima: suatu titik reklame yang akan dilelang oleh pemerintah kota, maka sebaiknya pemenang lelang diberi perlindungan. Yang ada saat ini, suatu titik reklame yang sudah laku dilelang, seiring berjalannya waktu, dapat tumbuh titik reklame baru tanpa prosedur lelang. Idealnya perlu diberi jarak radius tertentu antara reklame satu dengan lainnya sehingga tidak mengganggu daripada titik reklame tersebut.
ASPEK PENGAWASAN
Pemerintah kota seharusnya bisa melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap semua titik reklame. Didalam peraturan Walikota Surakarta No. 10– A Tahun 2009 sebenarnya sudah ada tim penata reklame yang diketuai oleh Sekda dengan wakilnya Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta dan Kepala Dinas Tata Ruang Kota Kota Surakarta. Yang bertujuan agar segala sesuatu yang berhubungan dengan penataan reklame berada dalam satu pintu, tetapi pada kenyataannya penataan reklame masih semrawut. Yang ada malah masing masing Dinas / SKPD mempunyai otoritas untuk memberikan ijin pendirian reklame di wilayahnya masing. Dapat kita lihat misalnya di dinas pasar adanya titik reklame yang tidak pernah dilelang, Taman-taman yang telah dibangun oleh DKP dengan indah dapat dibuat untuk pemasangan vertical banner dengan cara di semen/ di cor ke taman tersebut, Pemasangan reklame layanan masyarakat di lampu lalulintas (traffic light) malah bekerjasama dengan DLLAJ , lalu harus bagaimana lagi ?.
Pada akhirnya Perda tentang penyelenggaraan dan penataan reklame sudah sangat mendesak. Kalau dibiarkan saja, bukan tidak mungkin Solo akan menjadi hutan atau sampah reklame. Perlu ada koordinasi antara dinas - dinas, biro iklan dan stakeholder serta masyarakat akan perlunya penataan yang baik. Baik dari segi etika, budaya, tata ruang kota, keamanan dan keselamatan yang nantinya selain bisa meningkatkan PAD yang cukup signifikan juga akan menjadi pemandangan yang indah .